Genre: Drama
Sutradara: Akhlis Suryapati
Penulis:Akhlis Suryapati
Produser: Egy Massaidah
Produksi: Ibar Pictures Homepage
Pemain: Ws Rendra, Ardina Rasti, Annika Kuyper, Tina
Astari, Soultan Saladin, Iswar Kelana
Review
Film ini menceritakan kebudayaan masyarakat yang berada didaerah Samin, daerah yang berada diantara pati-blora jawa tengah, yang dimana masyarakatnya sangat beradab tapi tidak terikat oleh aturan pemerintah dan cenderung menutup diri dari dunia luar. Bermula dari seorang gadis yang bernama cintya,( Annika Kuper) seorang gadis yang mewakili LSM asin yang berasal dari Negara Amerika mengadakan penelitian mengenai kebudayaan yang ada di desa Samin, di desa Samin Cintya mendapatkan bantuan dari tokoh Masyarakat yang sangat dihormati dan didengar perkataannya oleh masyarakat didesa Samin tersebut, Mbah(W.S Rendra) panggilan untuk orang ini, Cintya banyak bertanya kepada Mbah mengenai kebudayaan masyarakat setempat dan mengapa mereka tidak mengikuti aturan pemerintah. Ramadian(Iswar Kelana) adalah seorang guru yang senantiasa menemani dan sebagai fasilitator Cintya dalam meneliti kebudayaan Samin, Ramadian adalah seorang guru yang memiliki tekad kuat untuk mengubah pola pikir masyarakat Samin yang hanya belajar dari kehidupan tanpa mau menyekolahkan pemudanya atau anaknya dibangku formal, sehingga mereka semua buta huruf. Namun tindakan guru ini ditentang oleh pak lurah, karena pak lurah berpikir masyarakat Samin harus tetap dibiarkan seperti itu, karena Masyarakat Samin adalah sebuah cagar budaya yang memiliki ke-khasan tersendiri, dengan begitu akan menarik banyak pengunjung di desa itu, mulai dari Mahasiswa, LSM dan Peneliti, dan dengan begitu akan mengundang dana bantuan untuk kebudayaan ini.
Kedekatan Cintya dengan Ramadian menimbulkan
kecemburuan bagi pacar Ramadian Hasanah(Ardina Rasti) yang juga sebagai guru
Sekolah Dasar di tempat Ramadian mengajar, kecemburuan Hasanah akan kehadiran
Cintya membuktikan bahwa adanya unsur drama romantis di film perdana sutradara
Akhlis.
Di masyarakatn Samin pernikahan terjadi ketika
sepasang kekasih saling mencintai, dan sang lelaki meminta ijin kepada orang
tua gadis untuk menjadi menikahinya, hanya itu saja proses pernikahan dari
masyrakat Samin, yang tidak membutuhkan proses di Kantor Urusan Agama dan
Catatan Sipil
Masyarakat Samin lebih mengutamakan keharmonisan hidup
dan keselarasan dengan alam, saling berbagi mencerminkan kehidupan mereka,
walaupun mereka semua adalah rakyat yang miskin, namun mereka tidak pelit dalam
memberi ke sesama, dengan begitu didesa ini hampir tidak pernah terjadi
pencurian ataupun kehilangan barang, karena salah satu prinsip mereka ialah
“untuk apa mencuri, kalau diminta saja akan diberi”.
Dan satu lagi yang dimaksud dengan Lari dari Blora
ialah dalam film ini 2 tokoh yang bernama Bongkeng (Andreano Phillip) dan
Sudrun (Oktav Kriwil) merupakan buronan dari lembaga pemsyarakatan yang ada di
desa Blora, mereka melarikan diri yang kemudian bersembunyi di desa Samin, di
Samin mereka mendapatkan banyak pelajaran dari penduduk setempat, suatu malam
mereka kelaparan dan berkeliling mencari malam, tibanya di rumah Mbah mereka
melihat sejumlah pisang dan kelapa yang masih segar, ketika mereka ingin
mengambil buah-buahan itu si Mbah pun langsung muncul dan kemudian berkata
“untuk apa mencuri? Wong diminta aja diberi”.
Sebelumnya Mbah telah mendapat informasi dari polisi
setempat bahwa ada 2 buronan yang dimungkinkan melarikan diri di desa Samin
ini, namun ketika Mbah memergoki kedua buronan yang ingin mencuri
buah-buahannya, ia tidak melaporkannya kepada polisi, malah ia mengajak masuk
kerumahnya dan mengajaknya makan dan kemudian menasehati mereka agar tetap
menjadi orang baik, karena orang baik tidak akan menderita dalam hidupnya.
Tutur kata seorang Mbah sungguh menyentuh dalam film
ini, sikap tolong menolong dan menjauhkan diri dari berburuk sangka di
Masyarakat Samin mencerminkan kalau mereka memang memiliki nilai lebih dari
dunia luar, namun sikap yang tidak patuh terhadap pemerintahan adalah sebuah
kesalahan yang mereka tidak sadari.
Nilai Kebudayaan